Sinopsis Architecture 101 / Introduction to Architecture Part 1
Jujur, saya belum bisa commit dengan satu drama. Dan saya juga belum
menonton drama baru setelah Rooftop Prince. Saya sudah mencoba membaca
recap di dramabeans, tapi belum ada yang membuat saya tertarik. Damn..
this fangirling is hard.
Jadi saya akan me-recap film lepas dan percobaan saya yang pertama adalah Architecture 101 atau Introduction to Architecture.
Sinopsis Introduction to Architecture Part 1
Seorang wanita memasuki rumah kosong tak berpenghuni tepat
di seberang pantai. Rumah itu adalah rumahnya. Kenangan yang ada di rumah itu
adalah kenangannya.
Di Seoul, di sebuah kantor konsultan arsitektur, Seung Min (Uhm
Tae Woong) tertidur di meja kantor setelah lembur selama 2 hari mengerjakan
sebuah proyek. Bos Seung Min membangunkannya dan menyuruhnya pulang ke rumah.
Tapi Seung Min tak mau.
Eun Chae, asisten Seung Min, memberitahukan kalau ada klien
baru. yang katanya juga teman Seung Min, ingin menemuinya. Seung Min terkejut
ada orang yang mengaku temannya datang menemuinya.
Ternyata klien baru sekaligus teman itu adalah wanita yang
memiliki rumah di pantai tadi. Wanita
itu
(Han Ga In) menyapa Seung Min dengan akrab. Tapi
saat itu juga wanita itu jadi canggung saat Seung Min menyapa wanita itu dengan
formal dan sopan, menanyakan siapa gerangan dirinya.
“Kau tak mengenalku? Err.. tahun pertama di universitas?
Yang Seo Yeon,” dengan ragu wanita itu mencoba mengingatkan Seung Min, “Di
Jeongneung, kita adalaha.. aku dari jurusan musik.”
Mata Seung Min melebar mendengar nama itu, tapi ia buru-buru menutupinya walau kentara
sekali kalau ia juga masih canggung.
Namun kekakuan cepat mencair karena mereka memang teman
lama. Seo Yeon menuduh Seung Min telah melupakannya. Tapi Seung Min membantah,
“Aku hanya terkejut, bukannya lupa. Kita sudah lama tak pernah bertemu.”
Seung Min menggali informasi pribadi Seo Yeon. Tinggal?
“Gaepo-dong” Menikah? “3 tahun yang lalu.” Pekerjaan suami? “Dokter” Hanya saat
Seung Min bertanya tentang spesialisasi suami Seo Yeon, Seo Yeon malah
menyindirnya sedang mengadakan survey, sehingga Seung Min tak melanjutkan
pertanyaannya lagi.
Seo Yeon mengeluarkan sebuah peta yang langsung Seung Min
kenali sebagai Pulau Jeju. Tapi pertanyaan berikutnya membuat Seung Min
lagi-lagi terkejut, “Kapan kau bisa mulai?”
Seo Yeon mengatakan kalau itulah alasannya mencari Seung
Min. Untuk membangunkan rumah untuknya.
Seung Min langsung menolak permintaan Seo Yeon.
“Aku tak pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya,” Seung
Min memberi alasan penolakannya.
“Baguslah. Kau dapat menggunakan ini sebagai kesempatan
untuk mempraktekkannya,” sahut Seo Yeon.
Seung Min tetap tak mau. Ia berjanji akan mengenalkan
konsultan arsitektur lain yang lebih kompeten, tapi Seo Yeon tetap tak mau. Ia
langsung menuduh kalau pendapatan proyek ini jauh lebih sedikit dari pendapatan
yang Seung Min biasa lakukan.
Tapi bukan itu alasan Seung Min menolak. Ia mengemukakan
alasan lainnya, yaitu di perusahaannya ini ada peraturan dan ia juga punya
atasan dan atasannya lagi.“ Aku hanyalah staf biasa. Staf biasa tak mungkin
menerima proyek sebesar ini.”
Maka dihadapkanlah atasan Seung Min yang langsung berkata,
“Kenapa tak mungkin? Kami malah harusnya berterima kasih padamu. Lee Seung Min,
ini adalah karya pribadi pertamamu. Lakukanlah sebaik-baiknya.”
Kalau saja pandangan bisa membunuh, darah mungkin sudah
berceceran di ruangan itu.
Dengan terpaksa Seung Min menerima proyek ini. Tapi ia ingin
mengerjakan proyek ini dengan secepat-cepatnya. Kalau bisa sebelum cuaca
bertambah dingin (note : sepertinya setting film ini di akhir musim panas).
Seo Yeon ingin mengajak Seung Min untuk melihat rumahnya
terlebih dulu, tapi Seung Min malah menyelanya, “Kenapa kau ingin membangun
sebuah rumah?”
Dan Seung Min mulai melancarkan kata-kata yang pedas dengan
menyindir Seo Yeon sebagai istri orang kaya yang membuang-buang uang untuk membangun
rumah di Jeju karena alasan pemandangan yang indah di Jeju. Seung Min
menambahkan dugaannya kalau Seo Yeon mungkin ingin membangun rumah untuk
investasi dan berharap balik modal
karena Jeju sekarang menjadi tujuan wisata.
Seo Yeon akhirnya
merasa cukup dihina oleh Seung Min. Dengan keras ia meminta Seung Min untuk
membatalkan kontrak itu kalau ia memang tak mau mengerjakannya, “Aku tak mau
membuang-buang uang dan masih harus mengemis padamu agar kau mau melakukannya.
Kau benar-benar menjengkelkan.” Dan ia meninggalkan Seung Min.
Di parkiran mobil, ia mencari-cari kunci mobilnya tapi tak ketemu.
Seung Min muncul dan memberikan kunci mobilnya yang tertinggal di meja. Juga
handphonenya.
Seo Yeon yang amarahnya sudah berkurang, bertanya apakah
Seung Min perlu mengetahui alasannya untuk membangun rumah karena takut ia akan
mencuranginya?
Seung Min membantah hal itu, karena jika ia mengetahui alasan
Seo Yeon, ia akan dapat membangun rumah yang cocok untuk Seo Yeon.
Dan sekarang amarahnya Seo Yeon benar-benar hilang, karena
ia sudah bisa menggoda Seung Min, “Ahh.. kau ingin memahamiku dengan lebih
baik. Apakah kau ingin tahu tentang aku?”
Di perjalanan menuju Jeju, Seo Yeon menceritakan kalau
selepas lulus kuliah, ia berencana bekerja menjadi penyiar TV, tapi gagal.
Karena itu ia berpikir untuk menikah saja. Dan tidak, ia tak punya anak.
Sementara itu Seo Yeon juga mengetahui kalau Seung Min masih tetap tinggal di
Jeongneung.
Sesampainya di rumah Seo Yeon, Seo Yeon memberitahukan kalau
ia ingin ayahnya yang dirawat di rumah sakit menghabiskan sisa hidupnya di
rumah mereka sendiri (“Mungkin ini adalah alasan yang kau butuhkan”)
Saat Seung Min menunjuk bekas bongkaran rumah di salah satu
sudut, Seo Yeon menjelaskan kalau ayahnya hendak merenovasi rumah tapi berhenti
karena jatuh sakit. Jadi lebih baik kalau seluruh rumah dirubuhkan dan dibangun
ulang.
Melihat sisi rumah masa kecilnya, Seo Yeon tersenyum. Di
tembok bata, ada garis-garis yang mengukur pertumbuhan tingginya sejak masih
kecil.
Seo Yeon menujuk bekas kolam kecil dan menceritakan saat ia berusia 6
tahun, ia dimarahi habis-habisan karena menginjak kolam itu yang masih belum
kering, sehingga ada bekas tapak kakinya yang tak pernah bisa hilang.
Setelah melihat-lihat rumah, Seung Min mulai mendesain
beberapa contoh rumah dan mempresentasikannya pada Seo Yeon. Ada 3 contoh
desain yang dipresentasikan Seung Min.
Tapi Seo Yeon memotongnya karena ia tak memahami istilah arsitektur yang
dipakai Seung Min (“Bisakah kau menggunakan bahasa manusia?”) LOL.
Ditemani asistennya, Eun Chae, Seung Min melanjutkan
diskusinya dengan Seo Yeon di restoran. Seo Yong mengkritik dasinya yang tak
matching dengan bajunya yang sekarang sudah cukup lumayan.
Mereka bertengkar
saling mengolok, membuat Eun Chae
bertanya-tanya, sebenarnya apa hubungan mereka berdua. Teman? Mereka bukan
teman satu jurusan, apa mungkin mereka pernah pacaran?
Sesaat Seo Yeon memandang Seung Min dan kemudian berkata,
“Oh.. dulu ia selalu mengejar-ngejarku di kuliah dulu.”
Seung Min langsung membantah pernyataan Seo Yeon. Tapi hal
ini membuka kenangan mereka lagi.
Dan membawa kita pada tahun 1990-an, dimana pager, merek
GUESS, dan rambut belah tengah adalah sesuatu yang keren di masa itu. Believe
me.. that’s real *komentar anak lama*
Ada seorang gadis yang terburu-buru lari menuju ke sebuah
kelas. Pengantar Arsitektur. Dan ketika gadis itu membuka pintu, ternyata
kuliah sudah dimulai, dan kehadirannya membuat semua kepala menoleh kepadanya.
Gadis itu, Yoo Seo Yeon (Suzy), langsung mencari kursi yang kosong dan
mendudukinya.
Dosen kembali mengajar, tapi ada satu kepala yang kembali menoleh ke arah gadis itu lagi dan
menatapnya lebih lama. Lee Seung Min (Lee Je Hoon), mahasiswa arsitektur tahun
pertama. Namun perhatiannya teralih hanya sesaat, karena perhatian Seung Min kembali
lagi pada kata-kata dosen yang berdiri di depan.
Dosen itu mengeluarkan peta Seoul dan meminta masing-masing
mahasiswa untuk menempelkan stiker merah di lokasi rumahnya, dan menarik garis
dari rumah menuju kampus.
Saat giliran Seo Yeon, Seung Min tertarik ingin tahu di
daerah mana rumah Seo Yeon. Jeongneung. Seung Min terkejut namun juga senang.
Karena daerah itulah juga tempat Seung Min tinggal.
Dan tugas pertama mereka adalah mereka harus melalui daerah
yang sering mereka lewati seperti bukit, jalan, atau bangunan yang biasanya
hanya sering dilihat sambil lalu. Namun kali ini teliti daerah itu lebih dalam.
Foto dan catat apa yang mereka lihat.
“Cintailah dan pahamilah. Inilah awal dari mata kuliah Pengantar Arsitektur.” |
Kelas usai, dan Seung Min keluar bersama teman dan kakak
kelasnya, Jae Uk. Teman Seung Min meminta Jae Uk untuk mentraktir mereka karena
kakak kelas biasanya selalu mentraktir adik kelas. Jae Uk menolak kebiasaan
itu.
Pembicaraan mereka terhenti karena Seo Yeon lewat dan
menyapa Jae Uk. Jae Uk menyapa balik dan mengajak Seo Yeon untuk makan bersama
kapan-kapan. Ia yang akan mentraktir Seo Yeon.
Jae Uk menjelaskan kalau Seo Yeon bukanlah mahasiswa
Arsitektur, tapi dari jurusan musik.
Mahasiswa jurusan lain biasanya mengambil mata kuliah dasar seperti Pengantar
Arsitektur, sehingga membuat mata kuliah ini menjadi menarik. Jae Uk dan Seo
Yeon sama-sama mengambil kelas broadcasting.
Teman Seung Min langsung cemberut mendengar hal itu dan
menyindirnya kalau Seo Yeon boleh ditraktir oleh Jae Uk.
Seung Min pulang ke rumah naik bis, bersama-sama dengan Seo
Yeon. Seo Yeon duduk di depan dan Seung Min di belakang, membuat Seung Min
dapat mengamati gadis itu lebih leluasa.
Tapi mendadak Seo Yeon menoleh ke belakang, merasa ada yang
mengawasinya, sehingga buru-buru Seung Min memalingkan muka.
Bis sudah sampai di Jeongneung dan mereka pun turun. Seung
Min masih terus mencuri-curi pandang pada Seo Yeon jika Nap Tteuk, teman
SMA-nya tak memanggilnya.
Nap Tteuk, teman Seung Min yang tak lolos masuk perguruan
tinggi negeri dan harus belajar untuk mengulang ujian tahun depan. Kegiatan
sampingannya? Pacaran dengan anak SMA. Seung Min kaget melihat Nap Tteuk pacaran
dengan anak SMA.
Tapi Nap Tteuk menolak kalau pacarnya itu adalah anak-anak,
kalau SMP mungkin iya. Siapa lagi gadis yang tepat untuknya, lulusan SMA yang
belum kuliah? Nap Tteuk kemudian bertanya apakah Seung Min sudah punya pacar?
Dan ia tak mengerti saat Seung Min mengatakan belum. Seharusnya lebih gampang
bagi Seung Min mendapatkan pacar karena ia sudah kuliah.
Ia juga mengkritik Seung Min yang anak kuliahan tapi rambut
masih tak trendy. Ia lalu mengeluarkan satu botol mousse dari tasnya.
Mousse? Bukan untuk mouse untuk computer. Tapi sejenis
styling gel untuk membuat dandanan keren. Kalau cewek pakainya hairspray, cowok
pakai mousse.
Dan dengan gaya dramatis, Nap Tteuk mencontohkan cara
memakainya. Dan rambutnya yang belah tengah, seketika itu juga langsung menjadi
mengarah ke belakang.
LOL. Dan yang lebih LOL lagi, ucapan Nap Tteuk berkata, “Dan
jadinya seperti ini, kau tahu kan all back? All back.” Seakan-akan kata-kata
itu paling keren sedunia. Nap Tteuk kemudian menyerahkan mousse itu pada Seung
Min.
Note : percaya nggak kalau yang menjadi Nap Tteuk adalah Eun
Shi Kyung yang main di King 2Hearts. Hahaha.. Mukanya old school banget, jadi
nggak keliatan, yah..
Seung Min mulai mempersiapkan kamera dan mengisi filmnya. Ia
mulai berjalan-jalan dan memotret jalan yang dilewatinya. Ia juga pergi ke
taman wisata di daerahnya.
Ada pohon yang sangat besar dan ia juga memotretnya. Ia
ingin mengambil keseluruhan pohon itu, tapi karena kamera saku jaman itu tak ada
zoom in zoom out-nya, ia mundur dan mundur lagi hingga ia terjengkang. Tapi ia
tetap focus pada kameranya. Akhirnya ia memperoleh keseluruhan gambar pohon
itu.
Namun sekarang di depan pohon itu ada Seo Yeon yang menatapnya
dengan ingin tahu. Seung Min kaget, sesaat tak bergerak.
Tapi kemudian ia
langsung berbalik dan meneliti kameranya seolah-olah ada yang salah di
kameranya, “Apa filmnya sudah habis, ya?” Dan ia melihat sesuatu di tanah,
“Ahh.. semut.” Dan ia memotretnya.
LOL.
Seo Yeon yang menyapanya terlebih dahulu, “Kau mengenalku,
kan?” membuat Seung Min berbalik menatapnya. “Kita ada di kelas yang sama, kan?
Pengantar Arsitektur?” tanya Seo Yeon lagi.
Akhirnya mereka berkenalan. Mereka sama-sama mahasiswa tahun
pertama. Seo Yeon baru saja pindah ke daerah ini, sementara Seung Min sejak
lahir sudah tinggal di sini.
Mereka melewati sebuah rumah kosong dan Seo Yeon langsung
masuk walaupun dilarang oleh Seun Min. Ia langsung memutar jam dinding hingga
jarum jam itu berjalan lagi. Ia juga membuka jendela sehingga udara segar masuk
ke dalam rumah.
Seo Yeon akan duduk di lantai yang berdebu, tapi Seung Min
mencegahnya. Ia mengeluarkan buku untuk alas duduk Seo Yeon. Baru setelah itu
ia menyuruh Seo Yeon untuk duduk.
Karena mereka berdua sama-sama mengambil mata
kuliah yang sama, Seo Yeon mengajak Seung Min untuk mengerjakan tugas Pengantar
Arsitektur bersama-sama. Seung Min menyetujui.
Ada lagi permintaan Seo Yeon. Ia meminta Seung Min untuk tak berbahasa
formal dengannya (jeondal) karena toh mereka adalah satu angkatan. Seung Min
menyanggupi. Tapi bahasanya tetap jeondal, sehingga Seo Yeon menyuruhnya lagi
untuk berbahasa banmal.
Tapi Seung Min tetap berjeondal ria sehingga Seo Yeon mengoloknya.
Seung Min berkilah kalau ia tak bisa langsung merubah cara bicaranya seketika
itu juga.
Tugas berikutnya dari dosen mereka adalah : melakukan
perjalanan sejauh mungkin. Tempat terjauh dari tempat mereka tinggal. “Apakah
arti ‘jauh’ untuk kalian? Apakah kalian pernah memikirkannya?”
Dan Seung Min melakukan tugas ini dengan semangat. Ia
meminta ibunya untuk mencuci kaos terbaiknya, kaos bertuliskan GEUSS yang baru
saja ia pakai. Sementara ia mandi, ia meminta ibu untuk mencuci dan
mengeringkannya.
Tentu saja mustahil, tapi Seung Min tetap bersikeras.
Walaupun bersungut-sungut, ibu tetap melakukannya. Mencuci dan mengeringkannya
di depan kipas angin.
Sementara itu Seung Min mandi dan mencoba menggunakan mousse
dari Nap Tteuk. Berkali-kali dicoba, bahkan gaya Superman pun juga dicoba. Tapi
Seung Min tetap tak puas. Akhirnya ia keramas lagi sambil mengomeli sosok
imajiner Nap Tteuk.
Dengan memakai kaos yang sudah kering dan rambut yang
kembali seperti biasa, Seung Min dan Seo Yeon melakukan perjalanan terjauh yang
bisa dilalui oleh bis mereka, yaitu ke Gaepo-dong.
Di atap sebuah gedung, mereka mengambil foto kota Seoul. Seo
Yeon menceritakan tempat ia berasal, Pulau Jeju. Seung Min merasa hal itu
sangat istimewa. Tapi bagi Seo Yeon tidak. (note: Jeju belum menjadi wisata terkenal
pada tahun 1990-an. Dan praktis karena wisata belum berjalan, maka kota pun
belum berkembang sepesat Seoul). Ia sudah lama ingin pindah dari Jeju dan
merasa Seoul jauh lebih indah dari Jeju.
Mereka bertukar informasi tentang orang tua masing-masing.
Seo Yeon hanya memiliki ayah, sementara ibunya sudah meninggal. Sedangkan Seung
Min hanya tinggal bersama ibu karena ayahnya sudah meninggal.
Membicarakan orang tua yang telah meninggal membuat mood Seo
Yeon jadi buruk. Ia mengeluarkan discman (CD player) dan memasukkan salah satu
earphone ke dalam telinga Seung Min. Seung Min yang belum pernah mendengar lagu
itu bertanya siapakah penyanyinya.
Seo Yeon mengeluarkan kotak CD yang bertuliskan Exhibition :
An essay of memory, dan bertanya apakah lagunya bagus? Seung Min mengiyakan.
Apakah Seung Min mau meminjamnya? Seung Min mengiyakan.
Tapi Seo Yeon lagi-lagi menggoda Seung Min dengan menjawab,
“Tergantung kelakuanmu.” Dan setelah itu ia asyik mendengarkan musik lagi.
Digoda seperti itu, Seung Min tak marah, hanya menatap Seo Yeon terus menerus.
Dan hal itu yang dilakukan Seung Min sekarang pada Seo Yeon
yang berdiri di hadapannya di ruang kantornya. Seo Yeon masih belum puas dengan
ide desain yang diberikan oleh Seung Min. Ia merasa rumah yang lama terasa
hilang di desain Seung Min.
Eun Chae mengusulkan untuk membangun kembali, sehingga
perasaan rumah lama Seo Yeon masih terasa tapi rumah itu menjadi rumah baru.
Seung Min menolak usul itu karena ia tak mau hanya sebagai tukang renovasi.
Tapi Seo Yeon malah menyukai usul itu. Dan klien adalah raja. Maka Seung Min
membuat desain berdasarkan bangunan lama, walaupun terlihat dari muka Seung Min
kalau ia tak menyukai ide itu.
Seo Yeon pergi ke toko dan memilih dasi. Ia kemudian
berdandan di rumah dan pergi sambil tak lupa membawa kotak hadiah yang berisi
dasi itu. Dan ia menunggu di restoran.
Orang yang ia tunggu sudah datang. Seung Min datang namun
tak sendiri. Ia datang bersama Seo Yeon. Buru-buru Seo Yeon memasukkan
hadiahnya ke dalam tas. Mereka berbicara tentang waktu konstruksi rumah Jeju
yang mungkin memakan waktu 2 bulan.
Tiba-tiba Seo Yeon mengalihkan pembicaran pada pacar Seung
Min. Apakah Seung Min sudah punya pacar? Seung Min tak menjawab. “Apa aku perlu
mencarikannya untukmu?” goda Seo Yeon. “Tipe gadis apa yang kau sukai?”
“Cantik dan baik hati,” kata Seung Min.
Seo Yeon mengatakan kalau tak ada gadis yang seperti itu.
Tapi menurut Seung Min ada. Jika sepuluh gadis dijejer, pasti ada satu gadis
yang paling baik hati dari sepuluh gadis yang ada.
Ha. Tentu saja. Best of the best atau best of the worst.
Pasti ada yang terbaik dari satu kumpulan, kan?
Mendengar jawaban Seung Min,
Seo Yeon hanya menjawab, “Ah.. dan pasti sangat susah mencari pria sepertimu,
kan?” Eun Chae tertawa mendengarnya,
membuat Seung Min kesal. “Apa kalian ini sekarang menjadi partner?”
Ada telepon dari atasan Seung Min, sehingga Seo Yeon
ditinggal berdua dengan Eun Chae. Seo Yeon mengulang pertanyaan yang sama pada
Eun Chae, “Apa kau sudah punya pacar?”
Berbeda dengan Seung Min, malu-malu Eun Chae menjawab kalau
ia akan menikah sebentar lagi. Setelah menikah mereka akan tinggal di Amerika.
Ia akan bersekolah lagi dan suaminya akan bekerja. Seo Yeon kaget namun ikut
merasa senang mendengarnya. “Laki-laki yang menikahimu pasti seperti mendapat
hadiah pertama karena kau sangat cantik.”
Eun Chae tersenyum mendengar pujian Seo Yeon. Seung Min
datang dan bertanya apa yang sedang mereka bicarakan. Eun Chae hanya menjawab
kalau mereka sedang membicarakan Seung Min, “Katanya, kau telah memenangkan
hadiah pertama.”
Seo Yeon bingung dengan kata-kata Eun Chae, sampai Eun Chae
menjelaskan, “Gadis itu adalah aku, cantik dan baik hati.”
Seo Yeon langsung mengerti dan menyelamati mereka berdua.
Mengapa Seung Min tak mengatakannya sebelumnya? Eun Chae mengatakan kalau di
kantor tak ada orang yang tahu, tapi ia merasa kalau ia perlu memberitahu Seo
Yeon.
Hmmm…
Eun Chae juga mengatakan kalau ia ingin tahu seperti apa
gadis yang menjadi cinta pertama Seung Min. Yang ia tahu kalau gadis itu ada di
tahun pertamanya kuliah. Seo Yeon sedikit terpana mendengar itu, tapi ia juga
ingin tahu siapa gadis itu. Ia meminta Seung Min untuk mengatakan siapa gadis
itu, membuat Seung Min tak nyaman. Begitu pula Eun Chae.
“Bukankah katamu gadis itu pantas mati?” desak Eun Chae.
Kali ini Seo Yeon benar-benar terpana mendengarnya.
Malam harinya, Seo Yeon mengunjungi ayahnya di rumah sakit.
Ia memberikan dasi, yang sebenarnya untuk Seung Min, pada ayahnya. Ia juga
menunjukkan denah rumah yang akan ia bangun.
Ayah senang melihatnya. Ia juga ingin setelah ia mati, Seo
Yeon menaruh piano di dalam rumahnya (rumahnya terlalu kecil untuk memasukkan
grand piano di dalamnya). Ia merasa selama ini Seo Yeon sudah menderita banyak
dengan berlatih tanpa piano.
Tapi Seo Yeon berkata kalau ia tak mau lagi memainkan piano.
Ayah tampak kecewa karena Seo Yeon menyia-nyiakan bakatnya.
Seung Min dan Eun Chae dalam perjalanan pulang. Eun Chae
menceritakan persiapannya untuk mereka tinggal di Amerika nanti. Ia ingin agar
mereka tinggal di dekat sekolahnya, sementara Seung Min tak mau, karena berarti
ia akan dibantu secara finansial oleh keluarga Eun Chae.
Eun Chae tetap memaksanya karena hal itu bukan hal yang
sensitive bagi Seung Min, kan? Eun Chae meminta Seung Min untuk
mempertimbangkan pendapatnya lagi.
Kembali ke tahun 1990-an, Seung Min sedang mengerjakan tugas
dengan temannya juga dengan Jae Uk. Temannya memuji kamar Jae Uk yang
menurutnya penuh inspirasi. Seung Min juga mengagumi komputer baru Jae Uk yang sudah
Pentium dan memiliki memori sebesar 1 GB.
Seung Min menghitung memori 1 GB = 1000 MB, dan Seung Ming
tak dapat menutupi kekagumannya, “Wow! 1000 MB, bahkan kalau kakak
menggunakannya seumur hidupmu, memori itu tak akan pernah habis.”
LOL. Coba saja download satu episode drama dengan HD
quality. Dalam semalam sudah habis tuh memori. *padahal sendirinya beberapa
tahun yang lalu terkagum-kagum mendengar ada hardisk sebesar 1 terra*
Teman Seung Min menemukan stoking wanita di tempat tidur Jae
Uk. Dan Jae Uk memberikan tips agar bisa sukses melakukan one night stand
dengan seorang gadis.
“Mula-mula buat gadis itu mabuk, dan kemudian selesaikan di tempat tidur.” |
Ewww...
Jae Uk menjelaskan hal itu seolah hal itu sangat lumrah.
Seung Min kemudian bertanya tentang Seo Yeon, dan mencoba menggali informasi
apakah Jae Uk tertarik dengan Seo Yeon? Bagi Jae Uk, Seo Yeon masih gadis
polos. Tapi tunggu saat Seo Yeon sudah masuk tahun kedua, Seo Yeon pasti
menjadi gadis yang cantik.
Seung Min terlihat lega mendengarnya.
Seung Min bertemu kembali dengan Seo Yeon yang kali ini mengajaknya
kembali ke rumah kosong. Ia terkejut karena sekarang rumah kosong itu telah
bersih dan rapi. Rupanya Seo Yeon yang membersihkannya pada akhir pekan lalu.
Sekarang Seo Yeon akan menanam biji bunga di beberapa pot.
Seung Min tak yakin kalau biji itu akan tumbuh, karena sebentar lagi sudah
musim dingin, “Bunga apa yang bisa tumbuh sekarang?” Seo Yeon tak menjawab dan
dengan senyum rahasia ia menyuruhnya untuk melihatnya nanti.
Secara sambil lalu Seung Min menanyakan tentang Jae Uk yang sangat populer, dan mengapa para
gadis menyukainya. Seo Yeon menjawab, kalau Jae Uk tinggi, kaya, dan tampan. Ia
juga kuliah di jurusan arsitektur. Ia juga menambahkan, “Aku merasa cowok yang
kuliah di jurusan Arsitektur semuanya sangat tampan.”
Seung Min tersenyum dan menunjuk dirinya, “Berarti aku juga
tampan?” Seo Yeon tak menanggapi gurauan Seung Min, menatapnya lama dan
berkata, “Benar juga.”
Seung Min tetap tersenyum namun senyumnya hilang saat
menyadari sesuatu, “Berarti kau juga menyukainya?” Seo Yeon hanya terdiam, dan
Seung Min pun bertanya lagi, “Karena itukah kau mengambil Pengantar
Arsitektur?”
Seo Yeon akhirnya menjawab ,”Apakah aku tak boleh
menyukainya?” Seakan berkata pada dirinya sendiri, Seo Yeon meneruskan,
“Walaupun begitu Jae Uk oppa tak tertarik padaku. Perasaan ini bertepuk sebelah
tangan.”
Masalah datang, gadis yang ia suka menyukai pria lain. Jalan
keluarnya? Bertanya pada Nap Tteuk.
Seung Min bertanya dengan kalimat yang klise, “Ada temanku
yang menyukai seorang gadis. Mereka tak pernah mengenal sebelumnya, tapi
sekarang jadi sangat dekat..”
Nap Tteuk langsung menebak, “Orang itu kamu, ya?” Seung Min
serta merta menolaknya, tapi Nap Tteuk tak bisa dikelabui. Jadi sia-sia saja
Seung Min membantah kata-kata Nap Tteuk.
Dan Nap Tteuk memberikan saran paling absurd sedunia,
“Pertama beli sebotol soju dan pergi ke depan rumahnya. Setelah minum soju,
telponlah dia dan katakan kalau kau menunggu di depan rumahnya. Setelah itu
telepon itu langsung kau tutup.”
“Teleponnya langsung ditutup?” tanya Seung Min.
“Benar. Tutup teleponnya. Pasti dia jadi penasaran. Ia pasti
akan keluar dengan sendirinya,” kata Nap Tteuk yakin. “Setelah ia datang, kau
yang sudah mabuk langsung menghampirinya. Ia pasti sedikit ketakutan dan mundur
perlahan-lahan.. Kau terus mendekatinya dan..”
Seung Min menunggu kata-kata Nap Tteuk berikutnya, “.. dan
kemudian kau pergi meninggalkannya.”
Whaa..?! Saran apa itu? *sdfaskjfkd*
Seung Min tak yakin akan saran Nap Tteuk, tapi Nap Tteuk
meyakinkannya “Saat itu kau harus bergaya sebiasa mungkin. Jangan katakan
apapun dan langsung pergi. Biarkan ia melihat punggungmu, dan kesan sedih pasti
akan muncul darimu. Ia akan merasakannya.”
Bwahaha.. dramaqueen banget nih si Nap Tteuk.
“Apakah terlalu implisit?” tanya Nap Tteuk melihat
kebingungan Seung Min. “Kalau begitu katakan satu kalimat, ‘Aku menginginkanmu’
atau ‘Mari kita hidup bersama’”
Mendengar hal ini Seung Min menjawab dengan polos, “Mana
mungkin kami tinggal bersama, kan kami belum punya rumah.”
LOL. Yang satu dramatis, yang satu realistis.
Nap Tteuk menjadi frustasi melihat Seung Min yang polos.
Tapi Seung Min tak peduli. Ia memeluk Nap Tteuk erat, dan mengucapkan terima
kasih padanya. “Terima kasih, Nap Tteuk. Kau benar-benar yang terbaik.”
Nap Tteuk tersenyum mendengar kata-kata Seung Min. Tapi
tidak selanjutnya. Karena Seung Min berteriak keras-keras, memanggil nama Seo
Yeon berulang-ulang di keheningan malam. Berkali-kali ia mencegah, tapi Seung
Min tetap berteriak.
Akhirnya si dramatis bergegas pulang karena malu mendengar
si realistis ikutan dramatis.
Haha.. cute.
Di masa sekarang, Seo Yeon dan Seung Min melihat pembangunan
rumah yang mulai berjalan. Tapi Seo Yeon merasa kalau ia tak merasakan sesuatu
dengan rumah ini. Seung Min mengatakan kalau perasaan pada rumah itu belum
muncul karena pembangunan masih dalam tahap awal.
Seo Yeon masih merasa kurang sreg dengan hasil yang sedang
dibuat, tapi ia memilih diam.
Mereka menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan di SD tempat
Seo Yeon sekolah dulu. Seo Yeon bertanya apakah wanita yang pantas untuk mati
itu adalah dirinya? Seung Min membantahnya. Tapi Seo Yeon merasa kalau wanita
itu, cinta pertama Seung Min, yang pantas mati itu adalah dirinya. Seung Min
tetap membantahnya.
Bantah-bantahan itu tetap terjadi saat mereka hendak pulang
di bandara dan baru terhenti saat ibu
Seung Min meneleponnya. Dan Seo Yeon mendengar bagaimana Seung Min
membentak-bentak ibunya.
Ia tak tahu apa yang sedang diperdebatkan, tapi Seung Min
menyebut-nyebut Eun Chae di dalamnya. Namun bagi Seo Yeon, bentakan-bentakan
Seung Min sangatlah tak pantas apalagi ditujukan pada ibunya.
Seung Min beralasan kalau masalah yang dihadapi ibunya
sangat kompleks dan membuatnya frustasi. Seo Yeon juga bertanya, apakah Seung
Min akan meninggalkan ibunya sendiri di Korea sementara ia pergi ke Amerika?
Kata-kata Seo Yeon membuat Seung Min meluapkan kemarahannya.
Ia pergi ke Amerika bukan untuk bersenang-senang. Biaya hidup di sana sudah
cukup tinggi, dan gajinya hanya cukup untuk biaya hidup saja.
Seo Yeon menyadari kesalahannya, dan mengatakan kalau ia
mengerti. Tapi Seung Min yang masih marah, malah bertanya, “Apa yang kau
mengerti? Kau punya uang dan waktu luang. Kau juga tinggal sendirian, jadi kau
bisa saja berkata seperti itu.”
Kata-kata terakhir Seung Min membuat Seo Yeon terkejut, “Bagaimana
kau tahu?” tanya Seo Yeon dingin. “Aku tinggal sendirian, bagaimana kau tahu
itu?”
Seung Min menyadari kalau ia keceplosan bicara, “Bukan itu
maksudku.” Tapi semuanya sudah terlambat. Seo Yeon tak marah dan menyuruh Seung
Min untuk kembali ke Seoul terlebih dulu. Dan ia pun meninggalkan bandara.
Seung Min menghela nafas. Kemarahannya telah lenyap dan
berganti dengan perasaan tak enak pada Seo Yeon.
Seo Yeon akhirnya menceritakan kalau ia memang telah
bercerai dengan suaminya. Dan ia memakai uang gono-gini sebagai biaya
pembangunan rumahnya yang di Jeju.
Pesanan sup pedas mereka telah datang dan
tiba-tiba Seo Yeon mengatakan kalau ia tak
menyukai sup pedas. “Mereka menamai sup ini sup pedas. Menurutku sangat aneh.
Telur dijadikan sup, maka namanya sup telur. Daging iga dijadikan sup, maka
namanya sup iga. Tapi mengapa dalam sup pedas, apapun yang dimasukkan ke
dalamnya, namanya tetap hanya sup pedas?”
Seung Min bingung mendengar kata-kata Seo Yeon. Tapi ucapan
berikutnya membuat Seung Min terenyuh, “Sepertinya hidupku seperti sup ini.
Apapun yang masuk di dalamnya, semuanya terasa pedas.”
Dan itu membuatnya menemani Seo Yeon minum-minum di pinggir
pantai. Ia menelepon Eun Chae, memberitahukannya kalau ia pulang besok karena
masih ada masalah konstruksi.
Tapi di seberang telepon, Eun Chae pasti dapat
menebak kebohongannya. Karena saat ia mengatakan alasan itu, Seo Yeon memanggil
bibi pemilik warung untuk mengambilkannya sebotol soju lagi.
Seung Min buru-buru mengakhiri pembicaraannya. Dan saat ia
kembali, Seo Yeon sudah menambah minumannya lagi. Ia menyuruh Seo Yeon untuk
menghentikan minumnya, tapi Seo Yeon yang sudah mabuk tak mau.
Dalam mabuknya, Seo Yeon terjatuh hingga kedua telapak
tangannya luka. Tapi ia tak peduli. Ia malah menyumpah dan mengata-ngatai,
membuat Seung Min heran. Seo Yeon mengatainya? Tapi Seo Yeon tak menjawab, ia malah
terus berteriak-teriak menyumpah dan akhirnya menangis di pelukan Seung Min.
Seung Min tak tahu apa yang terjadi pada Seo Yeon. Yang ia
dapat lakukan adalah memeluknya dengan erat.
***
Tugas pengantar arsitektur berikutnya adalah : “Dimana kau
ingin hidup? Pergi ke tempat yang indah dan bermainlah.”
Seo Yeon dan Seung Min pun pergi ke stasiun kereta. Mereka
meniti rel kereta, dan berlomba siapa yang paling tahan lama berjalan di atas
rel? Seo Yeon pemenangnya.
Seo Yeon tertawa dan mendapatkan
hadiahnya : memukul pergelangan tangan Seung Min berkali-kali. Seung Min protes
karena seharusnya Seo Yeon hanya memukulnya sekali saja. Tapi Seo Yeon tak
peduli. Ia tertawa kegirangan.
Tiba-tiba Seo Yeon berkata kalau hari ini ia berulang tahun.
1111. 11 November. Seung Min heran dan bertanya mengapa Seo Yeon tak merayakan
bersama teman-temannya?
Seo Yeon menoleh pada
Seung Min dan bertanya balik, “Apakah kau bukan temanku?”
Dan akhirnya mereka mengadakan pesta berdua. Mereka
bersulang dan Seo Yeon penasaran apa yang akan terjadi pada mereka 10 tahun
lagi, ya? Seung Min langsung menjawab, “Tentu saja aku menjadi arsitek dan kau
bermain piano.”
Tapi Seo Yeon tak mau menjadi pianis. Ia benci bermain
piano. Ia ingin menjadi penyiar TV atau radio. Jika tak juga berhasil, maka ia akan
menikah dengan orang kaya dan membangun rumah di tempat seperti yang mereka
lihat sekarang.
“Dan kau yang membangun rumah itu. Dan gratis,” kata Seo
Yeon percaya diri.
Gratis? Seung Min tak mau. Seo Yeon menyebut Seung Min pelit
dan mengeluarkan CD exhibition dan mengatakan kalau CD itu adalah uang mukanya.
Dan ia mengambil secarik kertas dan menggambar rumah
impiannya. Rumah dua lantai dengan halaman yang besar dan pintu depan yang
lebar, juga banyak jendela. Ia ingin memiliki 2 anak dan memelihara seekor anjing
yang besar.
Seung Min hanya menatap Seo Yeon dengan tersenyum. Dan hanya
orang buta yang tak dapat melihat kalau Seung Min sudah jatuh cinta padanya.
Malam sudah larut, dan mereka menunggu bis yang akan membawa
mereka pulang. Seo Yeon yang mengantuk, menyandarkan kepalanya di bahu Seung Min
yang canggung. Tapi dalam tidurnya, Seo Yeon tetap menyandarkan kepalanya,
bahkan semakin mendekat lagi pada Seung Min.
Diam-diam, Seung Min menolah dan menatap Seo Yeon.
Dipandanginya wajah gadis itu. Juga bibirnya.
Hingga akhirnya ia mencondongkan wajahnya,
memejamkan mata dan perlahan-lahan mengecup bibir Seo Yeon.
Walau hanya kecupan, tapi Seung Min merasa jantungnya
berdebar-debar. Dengan mata masih terpejam ia mencoba meredakan debaran
jantungnya.
Namun jantung itu berdebar lagi lebih kencang. Karena Seo
Yeon bangun dan mengangkat kepalanya, memandang Seung Min.
Bersambung ke part 2
0 komentar:
Posting Komentar