Sinopsis Architecture 101 / Introduction to Architecture Part 1

Selasa, 26 November 2013

Sinopsis Architecture 101 / Introduction to Architecture Part 1

Jujur, saya belum bisa commit dengan satu drama. Dan saya juga belum menonton drama baru setelah Rooftop Prince. Saya sudah mencoba membaca recap di dramabeans, tapi belum ada yang membuat saya tertarik. Damn.. this fangirling is hard.
Jadi saya akan me-recap film lepas dan percobaan saya yang pertama adalah Architecture 101 atau Introduction to Architecture.
Sinopsis Introduction to Architecture Part 1


Seorang wanita memasuki rumah kosong tak berpenghuni tepat di seberang pantai. Rumah itu adalah rumahnya. Kenangan yang ada di rumah itu adalah kenangannya.
Di Seoul, di sebuah kantor konsultan arsitektur, Seung Min (Uhm Tae Woong) tertidur di meja kantor setelah lembur selama 2 hari mengerjakan sebuah proyek. Bos Seung Min membangunkannya dan menyuruhnya pulang ke rumah. Tapi Seung Min tak mau.
Eun Chae, asisten Seung Min, memberitahukan kalau ada klien baru. yang katanya juga teman Seung Min, ingin menemuinya. Seung Min terkejut ada orang yang mengaku temannya datang menemuinya.
Ternyata klien baru sekaligus teman itu adalah wanita yang memiliki rumah di pantai tadi. Wanita itu (Han Ga In) menyapa Seung Min dengan akrab. Tapi saat itu juga wanita itu jadi canggung saat Seung Min menyapa wanita itu dengan formal dan sopan, menanyakan siapa gerangan dirinya.
“Kau tak mengenalku? Err.. tahun pertama di universitas? Yang Seo Yeon,” dengan ragu wanita itu mencoba mengingatkan Seung Min, “Di Jeongneung, kita adalaha.. aku dari jurusan musik.”
Mata Seung Min melebar mendengar nama itu,  tapi ia buru-buru menutupinya walau kentara sekali kalau ia juga masih canggung.
Namun kekakuan cepat mencair karena mereka memang teman lama. Seo Yeon menuduh Seung Min telah melupakannya. Tapi Seung Min membantah, “Aku hanya terkejut, bukannya lupa. Kita sudah lama tak pernah bertemu.”
Seung Min menggali informasi pribadi Seo Yeon. Tinggal? “Gaepo-dong” Menikah? “3 tahun yang lalu.” Pekerjaan suami? “Dokter” Hanya saat Seung Min bertanya tentang spesialisasi suami Seo Yeon, Seo Yeon malah menyindirnya sedang mengadakan survey, sehingga Seung Min tak melanjutkan pertanyaannya lagi.
Seo Yeon mengeluarkan sebuah peta yang langsung Seung Min kenali sebagai Pulau Jeju. Tapi pertanyaan berikutnya membuat Seung Min lagi-lagi terkejut, “Kapan kau bisa mulai?”
Seo Yeon mengatakan kalau itulah alasannya mencari Seung Min. Untuk membangunkan rumah untuknya.  Seung Min langsung menolak permintaan Seo Yeon.
“Aku tak pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya,” Seung Min memberi alasan penolakannya.
“Baguslah. Kau dapat menggunakan ini sebagai kesempatan untuk mempraktekkannya,” sahut Seo Yeon.
Seung Min tetap tak mau. Ia berjanji akan mengenalkan konsultan arsitektur lain yang lebih kompeten, tapi Seo Yeon tetap tak mau. Ia langsung menuduh kalau pendapatan proyek ini jauh lebih sedikit dari pendapatan yang Seung Min biasa lakukan.
Tapi bukan itu alasan Seung Min menolak. Ia mengemukakan alasan lainnya, yaitu di perusahaannya ini ada peraturan dan ia juga punya atasan dan atasannya lagi.“ Aku hanyalah staf biasa. Staf biasa tak mungkin menerima proyek sebesar ini.”
Maka dihadapkanlah atasan Seung Min yang langsung berkata, “Kenapa tak mungkin? Kami malah harusnya berterima kasih padamu. Lee Seung Min, ini adalah karya pribadi pertamamu. Lakukanlah sebaik-baiknya.”
Kalau saja pandangan bisa membunuh, darah mungkin sudah berceceran di ruangan itu.
Dengan terpaksa Seung Min menerima proyek ini. Tapi ia ingin mengerjakan proyek ini dengan secepat-cepatnya. Kalau bisa sebelum cuaca bertambah dingin (note : sepertinya setting film ini di akhir musim panas).
Seo Yeon ingin mengajak Seung Min untuk melihat rumahnya terlebih dulu, tapi Seung Min malah menyelanya, “Kenapa kau ingin membangun sebuah rumah?”
Dan Seung Min mulai melancarkan kata-kata yang pedas dengan menyindir Seo Yeon sebagai istri orang kaya yang membuang-buang uang untuk membangun rumah di Jeju karena alasan pemandangan yang indah di Jeju. Seung Min menambahkan dugaannya kalau Seo Yeon mungkin ingin membangun rumah untuk investasi  dan berharap balik modal karena Jeju sekarang menjadi tujuan wisata.
Seo Yeon akhirnya merasa cukup dihina oleh Seung Min. Dengan keras ia meminta Seung Min untuk membatalkan kontrak itu kalau ia memang tak mau mengerjakannya, “Aku tak mau membuang-buang uang dan masih harus mengemis padamu agar kau mau melakukannya. Kau benar-benar menjengkelkan.” Dan ia meninggalkan Seung Min.
Di parkiran mobil, ia mencari-cari kunci mobilnya tapi tak ketemu. Seung Min muncul dan memberikan kunci mobilnya yang tertinggal di meja. Juga handphonenya.
Seo Yeon yang amarahnya sudah berkurang, bertanya apakah Seung Min perlu mengetahui alasannya untuk membangun rumah karena takut ia akan mencuranginya?
Seung Min membantah hal itu, karena jika ia mengetahui alasan Seo Yeon, ia akan dapat membangun rumah yang cocok untuk Seo Yeon. 
Dan sekarang amarahnya Seo Yeon benar-benar hilang, karena ia sudah bisa menggoda Seung Min, “Ahh.. kau ingin memahamiku dengan lebih baik. Apakah kau ingin tahu tentang aku?”
Di perjalanan menuju Jeju, Seo Yeon menceritakan kalau selepas lulus kuliah, ia berencana bekerja menjadi penyiar TV, tapi gagal. Karena itu ia berpikir untuk menikah saja. Dan tidak, ia tak punya anak. Sementara itu Seo Yeon juga mengetahui kalau Seung Min masih tetap tinggal di Jeongneung.
Sesampainya di rumah Seo Yeon, Seo Yeon memberitahukan kalau ia ingin ayahnya yang dirawat di rumah sakit menghabiskan sisa hidupnya di rumah mereka sendiri (“Mungkin ini adalah alasan yang kau butuhkan”)
Saat Seung Min menunjuk bekas bongkaran rumah di salah satu sudut, Seo Yeon menjelaskan kalau ayahnya hendak merenovasi rumah tapi berhenti karena jatuh sakit. Jadi lebih baik kalau seluruh rumah dirubuhkan dan dibangun ulang.
Melihat sisi rumah masa kecilnya, Seo Yeon tersenyum. Di tembok bata, ada garis-garis yang mengukur pertumbuhan tingginya sejak masih kecil.
Seo Yeon menujuk bekas kolam kecil dan menceritakan saat ia berusia 6 tahun, ia dimarahi habis-habisan karena menginjak kolam itu yang masih belum kering, sehingga ada bekas tapak kakinya yang tak pernah bisa hilang.
Setelah melihat-lihat rumah, Seung Min mulai mendesain beberapa contoh rumah dan mempresentasikannya pada Seo Yeon. Ada 3 contoh desain  yang dipresentasikan Seung Min.
Tapi Seo Yeon memotongnya karena ia tak memahami istilah arsitektur yang dipakai Seung Min (“Bisakah kau menggunakan bahasa manusia?”) LOL.
Ditemani asistennya, Eun Chae, Seung Min melanjutkan diskusinya dengan Seo Yeon di restoran. Seo Yong mengkritik dasinya yang tak matching dengan bajunya yang sekarang sudah cukup lumayan.
Mereka bertengkar saling  mengolok, membuat Eun Chae bertanya-tanya, sebenarnya apa hubungan mereka berdua. Teman? Mereka bukan teman satu jurusan, apa mungkin mereka pernah pacaran?
Sesaat Seo Yeon memandang Seung Min dan kemudian berkata, “Oh.. dulu ia selalu mengejar-ngejarku di kuliah dulu.”
Seung Min langsung membantah pernyataan Seo Yeon. Tapi hal ini membuka kenangan mereka lagi.
Dan membawa kita pada tahun 1990-an, dimana pager, merek GUESS, dan rambut belah tengah adalah sesuatu yang keren di masa itu. Believe me.. that’s real *komentar anak lama*
Ada seorang gadis yang terburu-buru lari menuju ke sebuah kelas. Pengantar Arsitektur. Dan ketika gadis itu membuka pintu, ternyata kuliah sudah dimulai, dan kehadirannya membuat semua kepala menoleh kepadanya. Gadis itu, Yoo Seo Yeon (Suzy), langsung mencari kursi yang kosong dan mendudukinya.
Dosen kembali mengajar, tapi ada satu kepala yang  kembali menoleh ke arah gadis itu lagi dan menatapnya lebih lama. Lee Seung Min (Lee Je Hoon), mahasiswa arsitektur tahun pertama. Namun perhatiannya teralih hanya sesaat, karena perhatian Seung Min kembali lagi pada kata-kata dosen yang berdiri di depan.
Dosen itu mengeluarkan peta Seoul dan meminta masing-masing mahasiswa untuk menempelkan stiker merah di lokasi rumahnya, dan menarik garis dari rumah menuju kampus.
Saat giliran Seo Yeon, Seung Min tertarik ingin tahu di daerah mana rumah Seo Yeon. Jeongneung. Seung Min terkejut namun juga senang. Karena daerah itulah juga tempat Seung Min tinggal.
Dan tugas pertama mereka adalah mereka harus melalui daerah yang sering mereka lewati seperti bukit, jalan, atau bangunan yang biasanya hanya sering dilihat sambil lalu. Namun kali ini teliti daerah itu lebih dalam. Foto dan catat apa yang mereka lihat.

“Cintailah dan pahamilah. Inilah awal dari mata kuliah Pengantar Arsitektur.”
Kelas usai, dan Seung Min keluar bersama teman dan kakak kelasnya, Jae Uk. Teman Seung Min meminta Jae Uk untuk mentraktir mereka karena kakak kelas biasanya selalu mentraktir adik kelas. Jae Uk menolak kebiasaan itu.
Pembicaraan mereka terhenti karena Seo Yeon lewat dan menyapa Jae Uk. Jae Uk menyapa balik dan mengajak Seo Yeon untuk makan bersama kapan-kapan. Ia yang akan mentraktir Seo Yeon.
Jae Uk menjelaskan kalau Seo Yeon bukanlah mahasiswa Arsitektur, tapi  dari jurusan musik. Mahasiswa jurusan lain biasanya mengambil mata kuliah dasar seperti Pengantar Arsitektur, sehingga membuat mata kuliah ini menjadi menarik. Jae Uk dan Seo Yeon sama-sama mengambil kelas broadcasting.
Teman Seung Min langsung cemberut mendengar hal itu dan menyindirnya kalau Seo Yeon boleh ditraktir oleh Jae Uk.
Seung Min pulang ke rumah naik bis, bersama-sama dengan Seo Yeon. Seo Yeon duduk di depan dan Seung Min di belakang, membuat Seung Min dapat mengamati gadis itu lebih leluasa.
Tapi mendadak Seo Yeon menoleh ke belakang, merasa ada yang mengawasinya, sehingga buru-buru Seung Min memalingkan muka.
Bis sudah sampai di Jeongneung dan mereka pun turun. Seung Min masih terus mencuri-curi pandang pada Seo Yeon jika Nap Tteuk, teman SMA-nya tak memanggilnya.
Nap Tteuk, teman Seung Min yang tak lolos masuk perguruan tinggi negeri dan harus belajar untuk mengulang ujian tahun depan. Kegiatan sampingannya? Pacaran dengan anak SMA. Seung Min kaget melihat Nap Tteuk pacaran dengan anak SMA. 
Tapi Nap Tteuk menolak kalau pacarnya itu adalah anak-anak, kalau SMP mungkin iya. Siapa lagi gadis yang tepat untuknya, lulusan SMA yang belum kuliah? Nap Tteuk kemudian bertanya apakah Seung Min sudah punya pacar? Dan ia tak mengerti saat Seung Min mengatakan belum. Seharusnya lebih gampang bagi Seung Min mendapatkan pacar karena ia sudah kuliah.
Ia juga mengkritik Seung Min yang anak kuliahan tapi rambut masih tak trendy. Ia lalu mengeluarkan satu botol mousse dari tasnya.
Mousse? Bukan untuk mouse untuk computer. Tapi sejenis styling gel untuk membuat dandanan keren. Kalau cewek pakainya hairspray, cowok pakai mousse.
Dan dengan gaya dramatis, Nap Tteuk mencontohkan cara memakainya. Dan rambutnya yang belah tengah, seketika itu juga langsung menjadi mengarah ke belakang.
LOL. Dan yang lebih LOL lagi, ucapan Nap Tteuk berkata, “Dan jadinya seperti ini, kau tahu kan all back? All back.” Seakan-akan kata-kata itu paling keren sedunia. Nap Tteuk kemudian menyerahkan mousse itu pada Seung Min.
Note : percaya nggak kalau yang menjadi Nap Tteuk adalah Eun Shi Kyung yang main di King 2Hearts. Hahaha.. Mukanya old school banget, jadi nggak keliatan, yah..
Seung Min mulai mempersiapkan kamera dan mengisi filmnya. Ia mulai berjalan-jalan dan memotret jalan yang dilewatinya. Ia juga pergi ke taman wisata di daerahnya.
Ada pohon yang sangat besar dan ia juga memotretnya. Ia ingin mengambil keseluruhan pohon itu, tapi karena kamera saku jaman itu tak ada zoom in zoom out-nya, ia mundur dan mundur lagi hingga ia terjengkang. Tapi ia tetap focus pada kameranya. Akhirnya ia memperoleh keseluruhan gambar pohon itu.
Namun sekarang di depan pohon itu ada Seo Yeon yang menatapnya dengan ingin tahu. Seung Min kaget, sesaat tak bergerak.
Tapi kemudian ia langsung berbalik dan meneliti kameranya seolah-olah ada yang salah di kameranya, “Apa filmnya sudah habis, ya?” Dan ia melihat sesuatu di tanah, “Ahh.. semut.” Dan ia memotretnya.
LOL.
Seo Yeon yang menyapanya terlebih dahulu, “Kau mengenalku, kan?” membuat Seung Min berbalik menatapnya. “Kita ada di kelas yang sama, kan? Pengantar Arsitektur?” tanya Seo Yeon lagi.
Akhirnya mereka berkenalan. Mereka sama-sama mahasiswa tahun pertama. Seo Yeon baru saja pindah ke daerah ini, sementara Seung Min sejak lahir sudah tinggal di sini.
Mereka melewati sebuah rumah kosong dan Seo Yeon langsung masuk walaupun dilarang oleh Seun Min. Ia langsung memutar jam dinding hingga jarum jam itu berjalan lagi. Ia juga membuka jendela sehingga udara segar masuk ke dalam rumah.
Seo Yeon akan duduk di lantai yang berdebu, tapi Seung Min mencegahnya. Ia mengeluarkan buku untuk alas duduk Seo Yeon. Baru setelah itu ia menyuruh Seo Yeon untuk duduk.
Karena mereka berdua sama-sama mengambil mata kuliah yang sama, Seo Yeon mengajak Seung Min untuk mengerjakan tugas Pengantar Arsitektur bersama-sama. Seung Min menyetujui. 
Ada lagi permintaan Seo Yeon.  Ia meminta Seung Min untuk tak berbahasa formal dengannya (jeondal) karena toh mereka adalah satu angkatan. Seung Min menyanggupi. Tapi bahasanya tetap jeondal, sehingga Seo Yeon menyuruhnya lagi untuk berbahasa banmal.
Tapi Seung Min tetap berjeondal ria sehingga Seo Yeon mengoloknya. Seung Min berkilah kalau ia tak bisa langsung merubah cara bicaranya seketika itu juga.
Tugas berikutnya dari dosen mereka adalah : melakukan perjalanan sejauh mungkin. Tempat terjauh dari tempat mereka tinggal. “Apakah arti ‘jauh’ untuk kalian? Apakah kalian pernah memikirkannya?”
Dan Seung Min melakukan tugas ini dengan semangat. Ia meminta ibunya untuk mencuci kaos terbaiknya, kaos bertuliskan GEUSS yang baru saja ia pakai. Sementara ia mandi, ia meminta ibu untuk mencuci dan mengeringkannya.
Tentu saja mustahil, tapi Seung Min tetap bersikeras. Walaupun bersungut-sungut, ibu tetap melakukannya. Mencuci dan mengeringkannya di depan kipas angin.
Sementara itu Seung Min mandi dan mencoba menggunakan mousse dari Nap Tteuk. Berkali-kali dicoba, bahkan gaya Superman pun juga dicoba. Tapi Seung Min tetap tak puas. Akhirnya ia keramas lagi sambil mengomeli sosok imajiner Nap Tteuk.
Dengan memakai kaos yang sudah kering dan rambut yang kembali seperti biasa, Seung Min dan Seo Yeon melakukan perjalanan terjauh yang bisa dilalui oleh bis mereka, yaitu ke Gaepo-dong.
Di atap sebuah gedung, mereka mengambil foto kota Seoul. Seo Yeon menceritakan tempat ia berasal, Pulau Jeju. Seung Min merasa hal itu sangat istimewa. Tapi bagi Seo Yeon tidak. (note: Jeju belum menjadi wisata terkenal pada tahun 1990-an. Dan praktis karena wisata belum berjalan, maka kota pun belum berkembang sepesat Seoul). Ia sudah lama ingin pindah dari Jeju dan merasa Seoul jauh lebih indah dari Jeju. 
Mereka bertukar informasi tentang orang tua masing-masing. Seo Yeon hanya memiliki ayah, sementara ibunya sudah meninggal. Sedangkan Seung Min hanya tinggal bersama ibu karena ayahnya sudah meninggal.
Membicarakan orang tua yang telah meninggal membuat mood Seo Yeon jadi buruk. Ia mengeluarkan discman (CD player) dan memasukkan salah satu earphone ke dalam telinga Seung Min. Seung Min yang belum pernah mendengar lagu itu bertanya siapakah penyanyinya.
Seo Yeon mengeluarkan kotak CD yang bertuliskan Exhibition : An essay of memory, dan bertanya apakah lagunya bagus? Seung Min mengiyakan. Apakah Seung Min mau meminjamnya? Seung Min mengiyakan.
Tapi Seo Yeon lagi-lagi menggoda Seung Min dengan menjawab, “Tergantung kelakuanmu.” Dan setelah itu ia asyik mendengarkan musik lagi. Digoda seperti itu, Seung Min tak marah, hanya menatap Seo Yeon terus menerus.
Dan hal itu yang dilakukan Seung Min sekarang pada Seo Yeon yang berdiri di hadapannya di ruang kantornya. Seo Yeon masih belum puas dengan ide desain yang diberikan oleh Seung Min. Ia merasa rumah yang lama terasa hilang di desain Seung Min.
Eun Chae mengusulkan untuk membangun kembali, sehingga perasaan rumah lama Seo Yeon masih terasa tapi rumah itu menjadi rumah baru.
Seung Min menolak usul itu karena ia tak mau hanya sebagai tukang renovasi. Tapi Seo Yeon malah menyukai usul itu. Dan klien adalah raja. Maka Seung Min membuat desain berdasarkan bangunan lama, walaupun terlihat dari muka Seung Min kalau ia tak menyukai ide itu.
Seo Yeon pergi ke toko dan memilih dasi. Ia kemudian berdandan di rumah dan pergi sambil tak lupa membawa kotak hadiah yang berisi dasi itu. Dan ia menunggu di restoran.
Orang yang ia tunggu sudah datang. Seung Min datang namun tak sendiri. Ia datang bersama Seo Yeon. Buru-buru Seo Yeon memasukkan hadiahnya ke dalam tas. Mereka berbicara tentang waktu konstruksi rumah Jeju yang mungkin memakan waktu 2 bulan.
Tiba-tiba Seo Yeon mengalihkan pembicaran pada pacar Seung Min. Apakah Seung Min sudah punya pacar? Seung Min tak menjawab. “Apa aku perlu mencarikannya untukmu?” goda Seo Yeon. “Tipe gadis apa yang kau sukai?”
“Cantik dan baik hati,” kata Seung Min.
Seo Yeon mengatakan kalau tak ada gadis yang seperti itu. Tapi menurut Seung Min ada. Jika sepuluh gadis dijejer, pasti ada satu gadis yang paling baik hati dari sepuluh gadis yang ada.
Ha. Tentu saja. Best of the best atau best of the worst. Pasti ada yang terbaik dari satu kumpulan, kan?
Mendengar jawaban Seung Min, Seo Yeon hanya menjawab, “Ah.. dan pasti sangat susah mencari pria sepertimu, kan?” Eun Chae tertawa mendengarnya,  membuat Seung Min kesal. “Apa kalian ini sekarang menjadi partner?”
Ada telepon dari atasan Seung Min, sehingga Seo Yeon ditinggal berdua dengan Eun Chae. Seo Yeon mengulang pertanyaan yang sama pada Eun Chae, “Apa kau sudah punya pacar?”
Berbeda dengan Seung Min, malu-malu Eun Chae menjawab kalau ia akan menikah sebentar lagi. Setelah menikah mereka akan tinggal di Amerika. Ia akan bersekolah lagi dan suaminya akan bekerja. Seo Yeon kaget namun ikut merasa senang mendengarnya. “Laki-laki yang menikahimu pasti seperti mendapat hadiah pertama karena kau sangat cantik.”
Eun Chae tersenyum mendengar pujian Seo Yeon. Seung Min datang dan bertanya apa yang sedang mereka bicarakan. Eun Chae hanya menjawab kalau mereka sedang membicarakan Seung Min, “Katanya, kau telah memenangkan hadiah pertama.”
Seo Yeon bingung dengan kata-kata Eun Chae, sampai Eun Chae menjelaskan, “Gadis itu adalah aku, cantik dan baik hati.”
Seo Yeon langsung mengerti dan menyelamati mereka berdua. Mengapa Seung Min tak mengatakannya sebelumnya? Eun Chae mengatakan kalau di kantor tak ada orang yang tahu, tapi ia merasa kalau ia perlu memberitahu Seo Yeon.
Hmmm…
Eun Chae juga mengatakan kalau ia ingin tahu seperti apa gadis yang menjadi cinta pertama Seung Min. Yang ia tahu kalau gadis itu ada di tahun pertamanya kuliah. Seo Yeon sedikit terpana mendengar itu, tapi ia juga ingin tahu siapa gadis itu. Ia meminta Seung Min untuk mengatakan siapa gadis itu, membuat Seung Min tak nyaman. Begitu pula Eun Chae.
“Bukankah katamu gadis itu pantas mati?” desak Eun Chae.
Kali ini Seo Yeon benar-benar terpana mendengarnya.
Malam harinya, Seo Yeon mengunjungi ayahnya di rumah sakit. Ia memberikan dasi, yang sebenarnya untuk Seung Min, pada ayahnya. Ia juga menunjukkan denah rumah yang akan ia bangun.
Ayah senang melihatnya. Ia juga ingin setelah ia mati, Seo Yeon menaruh piano di dalam rumahnya (rumahnya terlalu kecil untuk memasukkan grand piano di dalamnya). Ia merasa selama ini Seo Yeon sudah menderita banyak dengan berlatih tanpa piano.
Tapi Seo Yeon berkata kalau ia tak mau lagi memainkan piano. Ayah tampak kecewa karena Seo Yeon menyia-nyiakan bakatnya.
Seung Min dan Eun Chae dalam perjalanan pulang. Eun Chae menceritakan persiapannya untuk mereka tinggal di Amerika nanti. Ia ingin agar mereka tinggal di dekat sekolahnya, sementara Seung Min tak mau, karena berarti ia akan dibantu secara finansial oleh keluarga Eun Chae.
Eun Chae tetap memaksanya karena hal itu bukan hal yang sensitive bagi Seung Min, kan? Eun Chae meminta Seung Min untuk mempertimbangkan pendapatnya lagi.
Kembali ke tahun 1990-an, Seung Min sedang mengerjakan tugas dengan temannya juga dengan Jae Uk. Temannya memuji kamar Jae Uk yang menurutnya penuh inspirasi. Seung Min juga mengagumi komputer baru Jae Uk yang sudah Pentium dan memiliki memori sebesar 1 GB.
Seung Min menghitung memori 1 GB = 1000 MB, dan Seung Ming tak dapat menutupi kekagumannya, “Wow! 1000 MB, bahkan kalau kakak menggunakannya seumur hidupmu, memori itu tak akan pernah habis.”
LOL. Coba saja download satu episode drama dengan HD quality. Dalam semalam sudah habis tuh memori. *padahal sendirinya beberapa tahun yang lalu terkagum-kagum mendengar ada hardisk sebesar 1 terra*
Teman Seung Min menemukan stoking wanita di tempat tidur Jae Uk. Dan Jae Uk memberikan tips agar bisa sukses melakukan one night stand dengan seorang gadis.
“Mula-mula buat gadis itu mabuk, dan kemudian selesaikan di tempat tidur.”
Ewww...
Jae Uk menjelaskan hal itu seolah hal itu sangat lumrah. Seung Min kemudian bertanya tentang Seo Yeon, dan mencoba menggali informasi apakah Jae Uk tertarik dengan Seo Yeon? Bagi Jae Uk, Seo Yeon masih gadis polos. Tapi tunggu saat Seo Yeon sudah masuk tahun kedua, Seo Yeon pasti menjadi gadis yang cantik.
Seung Min terlihat lega mendengarnya.
Seung Min bertemu kembali dengan Seo Yeon yang kali ini mengajaknya kembali ke rumah kosong. Ia terkejut karena sekarang rumah kosong itu telah bersih dan rapi. Rupanya Seo Yeon yang membersihkannya pada akhir pekan lalu. 
Sekarang Seo Yeon akan menanam biji bunga di beberapa pot. Seung Min tak yakin kalau biji itu akan tumbuh, karena sebentar lagi sudah musim dingin, “Bunga apa yang bisa tumbuh sekarang?” Seo Yeon tak menjawab dan dengan senyum rahasia ia menyuruhnya untuk melihatnya nanti.
Secara sambil lalu Seung Min menanyakan tentang  Jae Uk yang sangat populer, dan mengapa para gadis menyukainya. Seo Yeon menjawab, kalau Jae Uk tinggi, kaya, dan tampan. Ia juga kuliah di jurusan arsitektur. Ia juga menambahkan, “Aku merasa cowok yang kuliah di jurusan Arsitektur semuanya sangat tampan.”
Seung Min tersenyum dan menunjuk dirinya, “Berarti aku juga tampan?” Seo Yeon tak menanggapi gurauan Seung Min, menatapnya lama dan berkata, “Benar juga.”
Seung Min tetap tersenyum namun senyumnya hilang saat menyadari sesuatu, “Berarti kau juga menyukainya?” Seo Yeon hanya terdiam, dan Seung Min pun bertanya lagi, “Karena itukah kau mengambil Pengantar Arsitektur?”
Seo Yeon akhirnya menjawab ,”Apakah aku tak boleh menyukainya?” Seakan berkata pada dirinya sendiri, Seo Yeon meneruskan, “Walaupun begitu Jae Uk oppa tak tertarik padaku. Perasaan ini bertepuk sebelah tangan.”
Masalah datang, gadis yang ia suka menyukai pria lain. Jalan keluarnya? Bertanya pada Nap Tteuk.
Seung Min bertanya dengan kalimat yang klise, “Ada temanku yang menyukai seorang gadis. Mereka tak pernah mengenal sebelumnya, tapi sekarang jadi sangat dekat..”
Nap Tteuk langsung menebak, “Orang itu kamu, ya?” Seung Min serta merta menolaknya, tapi Nap Tteuk tak bisa dikelabui. Jadi sia-sia saja Seung Min membantah kata-kata Nap Tteuk.
Dan Nap Tteuk memberikan saran paling absurd sedunia, “Pertama beli sebotol soju dan pergi ke depan rumahnya. Setelah minum soju, telponlah dia dan katakan kalau kau menunggu di depan rumahnya. Setelah itu telepon itu langsung kau tutup.”
“Teleponnya langsung ditutup?” tanya Seung Min.
“Benar. Tutup teleponnya. Pasti dia jadi penasaran. Ia pasti akan keluar dengan sendirinya,” kata Nap Tteuk yakin. “Setelah ia datang, kau yang sudah mabuk langsung menghampirinya. Ia pasti sedikit ketakutan dan mundur perlahan-lahan.. Kau terus mendekatinya dan..”

Seung Min menunggu kata-kata Nap Tteuk berikutnya, “.. dan kemudian kau pergi meninggalkannya.”
Whaa..?! Saran apa itu? *sdfaskjfkd*
Seung Min tak yakin akan saran Nap Tteuk, tapi Nap Tteuk meyakinkannya “Saat itu kau harus bergaya sebiasa mungkin. Jangan katakan apapun dan langsung pergi. Biarkan ia melihat punggungmu, dan kesan sedih pasti akan muncul darimu. Ia akan merasakannya.”
Bwahaha.. dramaqueen banget nih si Nap Tteuk.
“Apakah terlalu implisit?” tanya Nap Tteuk melihat kebingungan Seung Min. “Kalau begitu katakan satu kalimat, ‘Aku menginginkanmu’ atau ‘Mari kita hidup bersama’”
Mendengar hal ini Seung Min menjawab dengan polos, “Mana mungkin kami tinggal bersama, kan kami belum punya rumah.”
LOL. Yang satu dramatis, yang satu realistis.
Nap Tteuk menjadi frustasi melihat Seung Min yang polos. Tapi Seung Min tak peduli. Ia memeluk Nap Tteuk erat, dan mengucapkan terima kasih padanya. “Terima kasih, Nap Tteuk. Kau benar-benar yang terbaik.”
Nap Tteuk tersenyum mendengar kata-kata Seung Min. Tapi tidak selanjutnya. Karena Seung Min berteriak keras-keras, memanggil nama Seo Yeon berulang-ulang di keheningan malam. Berkali-kali ia mencegah, tapi Seung Min tetap berteriak.
Akhirnya si dramatis bergegas pulang karena malu mendengar si realistis ikutan dramatis. 
Haha.. cute.
Di masa sekarang, Seo Yeon dan Seung Min melihat pembangunan rumah yang mulai berjalan. Tapi Seo Yeon merasa kalau ia tak merasakan sesuatu dengan rumah ini. Seung Min mengatakan kalau perasaan pada rumah itu belum muncul karena pembangunan masih dalam tahap awal.
Seo Yeon masih merasa kurang sreg dengan hasil yang sedang dibuat, tapi ia memilih diam.
Mereka menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan di SD tempat Seo Yeon sekolah dulu. Seo Yeon bertanya apakah wanita yang pantas untuk mati itu adalah dirinya? Seung Min membantahnya. Tapi Seo Yeon merasa kalau wanita itu, cinta pertama Seung Min, yang pantas mati itu adalah dirinya. Seung Min tetap membantahnya.
Bantah-bantahan itu tetap terjadi saat mereka hendak pulang di bandara dan baru terhenti saat  ibu Seung Min meneleponnya. Dan Seo Yeon mendengar bagaimana Seung Min membentak-bentak ibunya.
Ia tak tahu apa yang sedang diperdebatkan, tapi Seung Min menyebut-nyebut Eun Chae di dalamnya. Namun bagi Seo Yeon, bentakan-bentakan Seung Min sangatlah tak pantas apalagi ditujukan pada ibunya. 


Seung Min beralasan kalau masalah yang dihadapi ibunya sangat kompleks dan membuatnya frustasi. Seo Yeon juga bertanya, apakah Seung Min akan meninggalkan ibunya sendiri di Korea sementara ia pergi ke Amerika?
Kata-kata Seo Yeon membuat Seung Min meluapkan kemarahannya. Ia pergi ke Amerika bukan untuk bersenang-senang. Biaya hidup di sana sudah cukup tinggi, dan gajinya hanya cukup untuk biaya hidup saja.
Seo Yeon menyadari kesalahannya, dan mengatakan kalau ia mengerti. Tapi Seung Min yang masih marah, malah bertanya, “Apa yang kau mengerti? Kau punya uang dan waktu luang. Kau juga tinggal sendirian, jadi kau bisa saja berkata seperti itu.”
Kata-kata terakhir Seung Min membuat Seo Yeon terkejut, “Bagaimana kau tahu?” tanya Seo Yeon dingin. “Aku tinggal sendirian, bagaimana kau tahu itu?”
Seung Min menyadari kalau ia keceplosan bicara, “Bukan itu maksudku.” Tapi semuanya sudah terlambat. Seo Yeon tak marah dan menyuruh Seung Min untuk kembali ke Seoul terlebih dulu. Dan ia pun meninggalkan bandara.
Seung Min menghela nafas. Kemarahannya telah lenyap dan berganti dengan perasaan tak enak pada Seo Yeon.
Seo Yeon akhirnya menceritakan kalau ia memang telah bercerai dengan suaminya. Dan ia memakai uang gono-gini sebagai biaya pembangunan rumahnya yang di Jeju.
Pesanan sup pedas mereka telah datang dan tiba-tiba Seo Yeon mengatakan kalau ia tak  menyukai sup pedas. “Mereka menamai sup ini sup pedas. Menurutku sangat aneh. Telur dijadikan sup, maka namanya sup telur. Daging iga dijadikan sup, maka namanya sup iga. Tapi mengapa dalam sup pedas, apapun yang dimasukkan ke dalamnya, namanya tetap hanya sup pedas?”
Seung Min bingung mendengar kata-kata Seo Yeon. Tapi ucapan berikutnya membuat Seung Min terenyuh, “Sepertinya hidupku seperti sup ini. Apapun yang masuk di dalamnya, semuanya terasa pedas.”
Dan itu membuatnya menemani Seo Yeon minum-minum di pinggir pantai. Ia menelepon Eun Chae, memberitahukannya kalau ia pulang besok karena masih ada masalah konstruksi.
Tapi di seberang telepon, Eun Chae pasti dapat menebak kebohongannya. Karena saat ia mengatakan alasan itu, Seo Yeon memanggil bibi pemilik warung untuk mengambilkannya sebotol soju lagi.
Seung Min buru-buru mengakhiri pembicaraannya. Dan saat ia kembali, Seo Yeon sudah menambah minumannya lagi. Ia menyuruh Seo Yeon untuk menghentikan minumnya, tapi Seo Yeon yang sudah mabuk tak mau.
Dalam mabuknya, Seo Yeon terjatuh hingga kedua telapak tangannya luka. Tapi ia tak peduli. Ia malah menyumpah dan mengata-ngatai, membuat Seung Min heran. Seo Yeon mengatainya? Tapi Seo Yeon tak menjawab, ia malah terus berteriak-teriak menyumpah dan akhirnya menangis di pelukan Seung Min.
Seung Min tak tahu apa yang terjadi pada Seo Yeon. Yang ia dapat lakukan adalah memeluknya dengan erat.
***
Tugas pengantar arsitektur berikutnya adalah : “Dimana kau ingin hidup? Pergi ke tempat yang indah dan bermainlah.”
Seo Yeon dan Seung Min pun pergi ke stasiun kereta. Mereka meniti rel kereta, dan berlomba siapa yang paling tahan lama berjalan di atas rel? Seo Yeon pemenangnya.
Seo Yeon tertawa dan mendapatkan hadiahnya : memukul pergelangan tangan Seung Min berkali-kali. Seung Min protes karena seharusnya Seo Yeon hanya memukulnya sekali saja. Tapi Seo Yeon tak peduli. Ia tertawa kegirangan.
Tiba-tiba Seo Yeon berkata kalau hari ini ia berulang tahun. 1111. 11 November. Seung Min heran dan bertanya mengapa Seo Yeon tak merayakan bersama teman-temannya?
Seo Yeon menoleh pada  Seung Min dan bertanya balik, “Apakah kau bukan temanku?”
Dan akhirnya mereka mengadakan pesta berdua. Mereka bersulang dan Seo Yeon penasaran apa yang akan terjadi pada mereka 10 tahun lagi, ya? Seung Min langsung menjawab, “Tentu saja aku menjadi arsitek dan kau bermain piano.”
Tapi Seo Yeon tak mau menjadi pianis. Ia benci bermain piano. Ia ingin menjadi penyiar TV atau radio. Jika tak juga berhasil, maka ia akan menikah dengan orang kaya dan membangun rumah di tempat seperti yang mereka lihat sekarang.
“Dan kau yang membangun rumah itu. Dan gratis,” kata Seo Yeon percaya diri.
Gratis? Seung Min tak mau. Seo Yeon menyebut Seung Min pelit dan mengeluarkan CD exhibition dan mengatakan kalau CD itu adalah uang mukanya.
Dan ia mengambil secarik kertas dan menggambar rumah impiannya. Rumah dua lantai dengan halaman yang besar dan pintu depan yang lebar, juga banyak jendela. Ia ingin memiliki 2 anak dan memelihara seekor anjing yang besar.   
Seung Min hanya menatap Seo Yeon dengan tersenyum. Dan hanya orang buta yang tak dapat melihat kalau Seung Min sudah jatuh cinta padanya.
Malam sudah larut, dan mereka menunggu bis yang akan membawa mereka pulang. Seo Yeon yang mengantuk, menyandarkan kepalanya di bahu Seung Min yang canggung. Tapi dalam tidurnya, Seo Yeon tetap menyandarkan kepalanya, bahkan semakin mendekat lagi pada Seung Min.
Diam-diam, Seung Min menolah dan menatap Seo Yeon. Dipandanginya wajah gadis itu. Juga bibirnya.
Hingga akhirnya ia mencondongkan wajahnya, memejamkan mata dan perlahan-lahan mengecup bibir Seo Yeon.
Walau hanya kecupan, tapi Seung Min merasa jantungnya berdebar-debar. Dengan mata masih terpejam ia mencoba meredakan debaran jantungnya.
Namun jantung itu berdebar lagi lebih kencang. Karena Seo Yeon bangun dan mengangkat kepalanya, memandang Seung Min.
Bersambung ke part 2

0 komentar:

Posting Komentar